Malam ini entah
kenapa aku mengingat mereka..., hingga kubuat catatan ini. Semoga ini
bermanfaat....
Apa yang kau
pikirkan ketika mendengar kata “guru”?
Sebagian ada
ynag berpikir guru adalah orang yang mengajar di kelas, atau mungkin salah satu
pegawai negeri atau orang ynag mengabdikan dirinya dibidang pendidikan. Hal itu
tergantung sudut pandang dan pikiran setiap orang, namun bagiku guru adalah
orang yang telah mendidik dan mengajariku untuk menjadi manusia yang lebih
baik. Guru bukan hanya berdiri di kelas menjelaskan dan mengajariku berbagai
ilmu pengetahuan tapi ia yang mengajariku hidup yang memberiku nasihat dan
meluruskanku ketika aku salah melangkah. Guru adalah orang tua, ia juga teman,
dan pengalaman.
Asumsiku mengenai
guru adalah orang yang memberikan pengajaran dan pendidikan, memberikan dampak
yang besar bagi kehidupan, karena orang yang disebut sebagai guru itu adalah
role model kedua bagi anak-anak setelah keluarganya. Tak dapat dipungkiri bahwa
dunia kedua seorang anak adalah sekolah. Di sekolah ia menemukan sosok baru
yang menjadi panutan dalam kehidupannya yaitu orang yang disebut guru. Bisa disebut
guru merupakan idola baru bagi anak-anak, mereka melihat dari cara guru
berpakaian, berbicara, ataupun bersikap. Terlepas dari adanya PAUD dan TK,
Sekolah Dasar (SD) merupakan pendidikan yang utama bagi anak. Oleh karenanya
seorang guru SD hendaknya mencerminkan prilaku, cara berpakaian, berbicara yang
patut untuk ditiru. Teringat satu pesan salah seorang dosenku, beliau berkata
dalam basa Sunda bahwa “Mun jadi guru, kiceupna, lengkahna, jeung omongna sing
jiga guru” “artinya apabila menjadi guru maka tatapannya, langkahnya, dan
bicaranya harus mencerminkan sebagai seorang guru” (Parman, 2011). Kata-kata
yang diucapkan beliau saat semester pertama perkuliahan masih kuingat sampai
sekarang dan jika dipraktekan itu cukup susah. Tapi jika kau guru, maka semua
itu harus ada didirimu.
Tak dapat
dipungkiri berbagai motif seseorang menjadi guru berbeda-beda, hal tersebut
berdampak pada kinerjanya. Tak sedikit guru yang hanya datang ke sekolah
berlenggang dan pulang bawa sayur, namun tak sedikit pula guru yang datang ke
sekolah membawa berbagai media dan persiapan mengajar dan pulang membawa
catatan siswa. Manakah yang termasuk di antara Ibu/Bapak? Atau pilihan para
mahasiswa calon guru? Menjadi guru seadanya atau guru yang benar-benar guru? Hal
tersebut tergantung pada pilihan masing-masing. Tapi, jika ada pilihan yang
positif mengapa tidak kita ambil? Lagi pula, jika dipikir itu bukan pilihan
tapi keharusan bagi seorang guru. Toh, masih banyak guru yang benar-benar guru
mempersiapkan bahan ajar, selalu memperkaya diri dan terus belajar, dan selalu
memperbaiki setiap pembelajaran yang dilakukan. Salah satu dosenku berkata, “Jika
seorang guru berhenti belajar, maka berhentilah mengajar” (Maulana). Ah...,
kata-kata dosen yang satu ini selalu menjadi cambuk bagiku ketika malas.
Di pedalaman
Indonesia sana masih banyak guru yang mengabdi tanpa pamrih di dalam
keterbatasan sarana dan prasarana mengabdi dengan ikhlas demi pendidikan. Tak
perlu jauh-jauh dulu, masih ingatkah sang guru qolbu, yup Alm. Bu Een sang guru
qolbu, di dalam keterbatasannya beliau berjuang untuk pendidikan. Melihatnya,
diri ini malu, perlu banyak yang harus diperbaiki dalam diri ini untuk lebih
ikhlas. Teringat pesan beliau bahwa mengajar dan mendidik itu harus dengan ikhlas
dan kasih sayang. Terkadang kita lupa bahwa kita di kelas sering kesal dan
marah pada anak-anak, kesalahan seperti itu yang sangat fatal akibatnya bagi
perkembangan anak.
Dari beberapa
fase pendidikan yang kau lalui, guru manakah yang kalian paling ingat?(jawab
dalam hati masing-masing). Mungkin kebanyakan kalian mengingat dosen kalian,
guru SMA, atau guru SMP? Jarang kalian
mengingat guru SD, padahal tidakkah kalian ingat selain orang tua kalian, yang
mengajari kalian menulis, membaca, dan berhitung salah satunya guru SD. Pandanganku
bahwa hal terpenting seorang anak lulus SD adalah ia mampu untuk membaca,
menulis, dan berhitung kemampuan lainnya itu adalah dampak dari ketiga hal
tersebut. Selain guru dalam pendidikan formal tentunya orang tua kita merupakan
guru bagi kehidupan kita, mereka adalah guru dari semua guru. Teman, dari
percakapan yang mengalir dari yang namanya “curhat” di balik itu semua terdapat
sebuah pesan bagi kebaikanmu, saran-sarannya dan pendapatnya memberikan
pengaruh dalam kehidupannmu. Oleh karena itu, teman adalah guru terdekatmu. Dengannya
kau tak merasa segan untuk belajar dan meminta pendapat (Terima kasih
sahabat-sahabat terbaikku). Pengalaman juga guru bagimu jika kamu mau mengambil
hikmah dari setiap kejadian yang ada. Satu guru lagi yang mungkin kita lupa
akan mereka, dia adalah guru ngaji. Terkadang kita lupa akan guru ngaji kita,
padahal merekalah yang mengajarkan kita mulai dari melafalkan huruf hijaiyah
hingga bisa membaca Al-Qur’an, yang mengajarkan kita sholat, dan segala amalan
untuk bekal kita di akhirat. Teringat salah satu pesannya yaitu untuk menjaga
agamaku dimanapun aku berada.
Dari semua guru
yang mengajarimu manakah guru yang benar-benar guru atau guru yang bukan guru? Kau
dapat menilainya sendiri. Tapi bagiku, semua guru yang pernah mengajariku
adalah orang-orang terbaik yang menjadikanku seperti sekarang. Hanya saja, dari
semua pesan yang mereka sampaikan hampir 80% aku mengingat pesan dari guru-guru
SD-ku, entah mengapa aku juga tak tahu. Mungkin memori saat SD adalah yang
terbaik di antara fase pendidikan yang kutempuh. Atau karena aku sekarang
berkecimpung di dunia SD? Tapi, mengapa saat SMA saja aku selalu mengingatnya? Atau
memang benar bahwa fase itulah pendidikan mengakar kuat. Entahlah aku belum
terlalu pandai untuk itu! So, bagi guru SD khusunya berhati-hatilah menasehati
karena selamanya siswamu akan mengingatnya...
Check this one
out!!!
Sebelum berangkat
ke sekolah kalian harus sarapan terlebih dahulu, efeknya sampai sekarang aku
kurang bisa konsentrasi melakukan kegiatan jika belum sarapan, pesan wali kelas
I SD ini cukup kuat pengaruhnya.
Pesan wali
kelas IV, membacalah!!! Apapun yang kalian temukan baik itu secarik koran pembungkus
gorengan, bacalah!!!
“Mendidik lebih
sulit daripada mengajar”, ujar wali kelas V-ku. Saat itu aku berpikir, yup
memang benar karena mendidik itu berkaitan dengan sikap tapi kalo mengajar
berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Yaaah.... pemikiran anak kelas V SD.
Dan wali kelas
VI berkata di akhir kami menjelang kelulusan, “Hidup seperti pohon yang
bercabang, jika kau tak bisa masuk ke salah satu cabangnya kau dapat memilih
cabang yang lain”. Saat itu aku kurang paham, yang terpikirkan hanya kau dapat
memilih apa yang kau inginkan dan jika tidak bisa kau dapatkan masih banyak
pilihan lain.
Terima kasihku
untuk semua guru-guruku, semoga setiap ilmu yang mereka berikan padaku menjadi
berkah bagiku dan menjadi amalan jariyah baginya. Salam rindu dari muridmu yang
nakal.... Bagiku, kalian guru yang benar-benar guru, dan bukan guru yang “bukan”
guru.
Catatn ini kututup dengan pesan dari
Ayahku, “Rupiah yang kau hasilkan dari kegiatanmu menjadi guru, akan berdampak
bagi kehidupanmu. Jadi mengajarlah yang benar jika hidupmu tak mau celaka”.