Jumat, 09 Januari 2015

Guru, Bukan Guru



Malam ini entah kenapa aku mengingat mereka..., hingga kubuat catatan ini. Semoga ini bermanfaat....
Apa yang kau pikirkan ketika mendengar kata “guru”?
Sebagian ada ynag berpikir guru adalah orang yang mengajar di kelas, atau mungkin salah satu pegawai negeri atau orang ynag mengabdikan dirinya dibidang pendidikan. Hal itu tergantung sudut pandang dan pikiran setiap orang, namun bagiku guru adalah orang yang telah mendidik dan mengajariku untuk menjadi manusia yang lebih baik. Guru bukan hanya berdiri di kelas menjelaskan dan mengajariku berbagai ilmu pengetahuan tapi ia yang mengajariku hidup yang memberiku nasihat dan meluruskanku ketika aku salah melangkah. Guru adalah orang tua, ia juga teman, dan pengalaman.
Asumsiku mengenai guru adalah orang yang memberikan pengajaran dan pendidikan, memberikan dampak yang besar bagi kehidupan, karena orang yang disebut sebagai guru itu adalah role model kedua bagi anak-anak setelah keluarganya. Tak dapat dipungkiri bahwa dunia kedua seorang anak adalah sekolah. Di sekolah ia menemukan sosok baru yang menjadi panutan dalam kehidupannya yaitu orang yang disebut guru. Bisa disebut guru merupakan idola baru bagi anak-anak, mereka melihat dari cara guru berpakaian, berbicara, ataupun bersikap. Terlepas dari adanya PAUD dan TK, Sekolah Dasar (SD) merupakan pendidikan yang utama bagi anak. Oleh karenanya seorang guru SD hendaknya mencerminkan prilaku, cara berpakaian, berbicara yang patut untuk ditiru. Teringat satu pesan salah seorang dosenku, beliau berkata dalam basa Sunda bahwa “Mun jadi guru, kiceupna, lengkahna, jeung omongna sing jiga guru” “artinya apabila menjadi guru maka tatapannya, langkahnya, dan bicaranya harus mencerminkan sebagai seorang guru” (Parman, 2011). Kata-kata yang diucapkan beliau saat semester pertama perkuliahan masih kuingat sampai sekarang dan jika dipraktekan itu cukup susah. Tapi jika kau guru, maka semua itu harus ada didirimu.
Tak dapat dipungkiri berbagai motif seseorang menjadi guru berbeda-beda, hal tersebut berdampak pada kinerjanya. Tak sedikit guru yang hanya datang ke sekolah berlenggang dan pulang bawa sayur, namun tak sedikit pula guru yang datang ke sekolah membawa berbagai media dan persiapan mengajar dan pulang membawa catatan siswa. Manakah yang termasuk di antara Ibu/Bapak? Atau pilihan para mahasiswa calon guru? Menjadi guru seadanya atau guru yang benar-benar guru? Hal tersebut tergantung pada pilihan masing-masing. Tapi, jika ada pilihan yang positif mengapa tidak kita ambil? Lagi pula, jika dipikir itu bukan pilihan tapi keharusan bagi seorang guru. Toh, masih banyak guru yang benar-benar guru mempersiapkan bahan ajar, selalu memperkaya diri dan terus belajar, dan selalu memperbaiki setiap pembelajaran yang dilakukan. Salah satu dosenku berkata, “Jika seorang guru berhenti belajar, maka berhentilah mengajar” (Maulana). Ah..., kata-kata dosen yang satu ini selalu menjadi cambuk bagiku ketika malas.
Di pedalaman Indonesia sana masih banyak guru yang mengabdi tanpa pamrih di dalam keterbatasan sarana dan prasarana mengabdi dengan ikhlas demi pendidikan. Tak perlu jauh-jauh dulu, masih ingatkah sang guru qolbu, yup Alm. Bu Een sang guru qolbu, di dalam keterbatasannya beliau berjuang untuk pendidikan. Melihatnya, diri ini malu, perlu banyak yang harus diperbaiki dalam diri ini untuk lebih ikhlas. Teringat pesan beliau bahwa mengajar dan mendidik itu harus dengan ikhlas dan kasih sayang. Terkadang kita lupa bahwa kita di kelas sering kesal dan marah pada anak-anak, kesalahan seperti itu yang sangat fatal akibatnya bagi perkembangan anak.
Dari beberapa fase pendidikan yang kau lalui, guru manakah yang kalian paling ingat?(jawab dalam hati masing-masing). Mungkin kebanyakan kalian mengingat dosen kalian, guru SMA, atau  guru SMP? Jarang kalian mengingat guru SD, padahal tidakkah kalian ingat selain orang tua kalian, yang mengajari kalian menulis, membaca, dan berhitung salah satunya guru SD. Pandanganku bahwa hal terpenting seorang anak lulus SD adalah ia mampu untuk membaca, menulis, dan berhitung kemampuan lainnya itu adalah dampak dari ketiga hal tersebut. Selain guru dalam pendidikan formal tentunya orang tua kita merupakan guru bagi kehidupan kita, mereka adalah guru dari semua guru. Teman, dari percakapan yang mengalir dari yang namanya “curhat” di balik itu semua terdapat sebuah pesan bagi kebaikanmu, saran-sarannya dan pendapatnya memberikan pengaruh dalam kehidupannmu. Oleh karena itu, teman adalah guru terdekatmu. Dengannya kau tak merasa segan untuk belajar dan meminta pendapat (Terima kasih sahabat-sahabat terbaikku). Pengalaman juga guru bagimu jika kamu mau mengambil hikmah dari setiap kejadian yang ada. Satu guru lagi yang mungkin kita lupa akan mereka, dia adalah guru ngaji. Terkadang kita lupa akan guru ngaji kita, padahal merekalah yang mengajarkan kita mulai dari melafalkan huruf hijaiyah hingga bisa membaca Al-Qur’an, yang mengajarkan kita sholat, dan segala amalan untuk bekal kita di akhirat. Teringat salah satu pesannya yaitu untuk menjaga agamaku dimanapun aku berada.
Dari semua guru yang mengajarimu manakah guru yang benar-benar guru atau guru yang bukan guru? Kau dapat menilainya sendiri. Tapi bagiku, semua guru yang pernah mengajariku adalah orang-orang terbaik yang menjadikanku seperti sekarang. Hanya saja, dari semua pesan yang mereka sampaikan hampir 80% aku mengingat pesan dari guru-guru SD-ku, entah mengapa aku juga tak tahu. Mungkin memori saat SD adalah yang terbaik di antara fase pendidikan yang kutempuh. Atau karena aku sekarang berkecimpung di dunia SD? Tapi, mengapa saat SMA saja aku selalu mengingatnya? Atau memang benar bahwa fase itulah pendidikan mengakar kuat. Entahlah aku belum terlalu pandai untuk itu! So, bagi guru SD khusunya berhati-hatilah menasehati karena selamanya siswamu akan mengingatnya...
Check this one out!!!
Sebelum berangkat ke sekolah kalian harus sarapan terlebih dahulu, efeknya sampai sekarang aku kurang bisa konsentrasi melakukan kegiatan jika belum sarapan, pesan wali kelas I SD ini cukup kuat pengaruhnya.
Pesan wali kelas IV, membacalah!!! Apapun yang kalian temukan baik itu secarik koran pembungkus gorengan, bacalah!!!
“Mendidik lebih sulit daripada mengajar”, ujar wali kelas V-ku. Saat itu aku berpikir, yup memang benar karena mendidik itu berkaitan dengan sikap tapi kalo mengajar berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Yaaah.... pemikiran anak kelas V SD.
Dan wali kelas VI berkata di akhir kami menjelang kelulusan, “Hidup seperti pohon yang bercabang, jika kau tak bisa masuk ke salah satu cabangnya kau dapat memilih cabang yang lain”. Saat itu aku kurang paham, yang terpikirkan hanya kau dapat memilih apa yang kau inginkan dan jika tidak bisa kau dapatkan masih banyak pilihan lain.
Terima kasihku untuk semua guru-guruku, semoga setiap ilmu yang mereka berikan padaku menjadi berkah bagiku dan menjadi amalan jariyah baginya. Salam rindu dari muridmu yang nakal.... Bagiku, kalian guru yang benar-benar guru, dan bukan guru yang “bukan” guru.
Catatn ini kututup dengan pesan dari Ayahku, “Rupiah yang kau hasilkan dari kegiatanmu menjadi guru, akan berdampak bagi kehidupanmu. Jadi mengajarlah yang benar jika hidupmu tak mau celaka”.